Langsung ke konten utama
Neurologi Bahasa
Neurologi mempunyai peran yang
sangat erat dengan bahasa karena kemampuan manusia berbahasa ternyata bukan
karena lingkungan tetapi karena kodrat neurologis yang dibawanya sejak lahir. Tanpa otak dengan fungsi-fungsinya yang kita miliki sekarang
ini, mustahillah manusia dapat berbahasa.
Subdisiplin psikolinguistik
neurologi atau disebut juga neuropsikolinguistik ini mengkaji hubungan antar
bahasa, berbahasa, dan otak manusia. Para pakar neurologi telah berhasil menganalisis struktur
biologis otak manusia, serta telah berhasil memberi nama pada bagian-bagian
struktur otak itu.
Pada permulaan abad ke-20,
Ferdinand de Saussure (1964) seorang ahli linguistik bangsa Swiss telah
berusaha menjelaskan apa sebenarnya bahasa itu dan bagaimana keadaan bahasa itu
di dalam otak (psikologi). Begitu pula Lenneberg
berpendapat bahwa manusia memiliki kecenderungan biologis yang khusus untuk
memperoleh bahasa yang tidak dimiliki oleh hewan.
Otak Manusia
dan Fungsinya
Otak adalah organ yang paling
rumit pada manusia. Selain itu, otak juga merupakan organ paling vital.
Dianggap vital karena seluruh fungsi semua organ dalam tubuh manusia diatur dan
dijalankan atas perintah otak. Otak jugabertugas menerima rangsangan dari
kelima panca indera kita. Berbagai rangsangan itu lantas diteruskan ke
pusat-pusat penterjemah di otak. Otak terdiri atas dua bagian, yaitu otak kiri
dan otak kanan.
Pada otak manusia sebenarnya
telah terjadi suatu lateralisasi, yakni peristiwa lokalisasi fungsi bahasa pada
salah satu belahan otak. Proses lateralisasi itu merupakan karakteristik
biologis bagi manusia tidak bagi hewan. Pada saat lahir, perbedaan fungsi
fungsi hemisfer kanan dan kiri itu sangat sedikit. Akan tetapi mulai umur dua tahun ke atas, salah satuhemisfer
semakin berfungsi dominan. Proses tersebut berlangsung sampaimasa adolesen. Ada juga yang mengatakan bahwa proses itu berlangsung hanya
sampai umur lima tahun. Isu inimerupakan isu yang ”krusial” bagi para linguis
karena lateralisasi dapat dihubungkan pada periode umur kritis pemerolehan bahasa
Periode Kritis
Periode kritis merupakan
periode pada saat pemerolehan bahasa berjalan dengan mudah karena saraf-saraf
otakmasih sangat plastis atau dengan definisi lain perode kritis merupakan
periode pertama atau masa anak dengan mudah memperoleh bahasa. Menurut Christian; yang dimaksud dengan hipotesis periode
kritis adalah suatu periode pada saat penguasaan bahasa terjadi secara alami
tanpa membuang tenaga. Penfield dan Roberts (1959) berpendapat bahwa usia maksimum untuk
penguasaan bahasa biasanya berkisar antara sepuluh tahun pertama dari
kehidupannya (maksudnya usia efektif untuk menuasai suatu bahasa adalah dari
dua sampai sepuluh tahun).
Hipotesis periode kritis
mengasumsikan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan biologis manusia
dengan tingkat Akuisisi bahasa. Dardjowijojo (1982:8) menulis pada dasarnya
hipotesis ini berbunyi (i) penguasaan bahasa tumbuh sejajar dengan pertumbuhan
bilogis, dan (ii) sesudah masa puber akuisisi bahasa secara alamiah sudah tidak
terjadi lagi. Hipotesis periode kritis yaitu periode waktu terbatas dan
khusus untuk memperoleh bahasa. Pemanfaatan secara maksimal
dan optimal pada masa itu akan mempermudah pemerolehanbahasa anak.
Jenis-jenis Gangguan Berbahasa
Gangguan
berbahasa menurut Berry dan Eisenson dapat dibagi menjadi (a) kelainan
artikulasi atau fonem, (b) kelainan suara atau fonasi, (c) kelainan irama atau
ritme, dan (d) keliainan bahasa.
Faisal menjelaskan tentang
gangguan bahasa karena gangguan psikologis, yaitu gangguan fungsional
(psikologis) seperti schizophrenia, ia sering lupa tentang topik tuturnya,
meloncat dari topik ke topik lainnya.
Sidharta
secara medis, membedakan gangguan berbahasa atas tiga golongan, yaitu (1)
golongan gangguan berbicara, pertama, gangguan mekanisme berbicara berimplikasi
pada gangguan organik seperti gangguan akibat pulmonal, gangguan akibat faktor
laringal, gangguan akibat faktor lingual, dan gangguan akibat faktor resonansi.
Kedua,
gangguan akibat multifaktorial yaitu berbicara serampangan, berbicara
profulsif, berbicara mutis. Ketiga gangguan psikogenik
seperti berbicara manja, berbicara kemayu, berbicara gagap, dan berbicara
latah.
(2) golongan kedua, gangguan berbahasa
berupa afasia motorik yang terbagi lagi atas afasia motorik kprtikal, afasia
motorik subkortikal, dan afasia motorik transkortikal, dan afasia sensorik.
(3) golongan ketiga, gangguan
berpikir seperti pikun (demensia), sisofrenik, dan depresif. Lalu ada
penambahan golongan keempat, gangguan lingkungan sosial seperti kasus Kamala
dan Genie.
Sebab-sebab Gangguan Berbahasa
Suharno
(1982) mengidentifikasi bahwa salah satu
gangguan otak yang menimbulkan gangguan bahasa, yaitu CVA (Celebral Vascular
Accident) yang berarti ‘kerusakan saluran darah di otak’, merupakan contoh
kerusakan lokal otak, dan kerusakan tersebar yang menyerang otak. Kemudian tumor otak tengah yang menyebabkan dysarthria yaitu
kesulitan mengartikulasi atau mengucapkan kata-kata, absces dan trauma.
Gangguan Bebahasa Afasia pada
Otak Manusia
Dapat diketahui bahwa pusat
bicara bahasa ada di hemisfer kiri, yaitu untuk fungsi berbicara secara aktif,
pusatnya di depan atau (anterior) dan untuk pengertian bahasa di belakang
(posterior). Bila pusat Broca di daerah anterior rusak maka akan terjadi
gangguan bahasa berupa pembicaraan yang nonfluent (tidak lancar). Dengan nonfluent
dimaksudkan pembicaraan yang tidak lancar, usaha bicara yang meningkat, tekanan
bicara yang rendah, kelainan prosodi, hanya memakai kata benda dan kata kerja
dalam kalimat yang pendek. Sebaliknya kerusakan di daerah posterior (Wernicke)
terjadi kelainan wicara yang fluent (lancar), menggunakan kalimat yang panjang
bahkan sering berlebihan hingga terjadi Loggorhea dan berbelit-belit (Circumlocution,
tetapi ia tidak mengerti maksud pembicaraan orang lain.
Fungsi
Kebahasaan Otak
Penentuan dan pembuktian
daerah-daerah tertentu dalam otak dalam kaitanya dengan fungsi bicara bahasa
dan fungsi-fungsi lain pada awalnya di
lakukan dengan penelitian terhadap orang-orang yang mengalami kerusakan otak
atau kecelakaan yang mengenai kepala. Kemudian di lakukan juga dengan berbagai
eksperimen terhadap orang sehat.
Gangguan
Berbicara
Berbicara merupakan aktivitas
motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu gangguan berbicara ini
dapat di kelompokan ke dalam dua kategori. Pertama, gangguan mekanisme
berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik dan kedua, gangguan
berbicara psikogenik.
Gangguan
Mekanisme Berbicara
Mekanisme berbicara adalah
suatu proses produksi ucapan (perkataan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara,
otot-otot yang membentuk rongga mulut, serta kerongkongan dan paru-paru.
Gangguan Psikogenik
Gangguan psikogenik ini
sebenarnya tidak bisa di sebut sebagai suatu gangguan berbicara. Mungkin lebih
tepat di sebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi yang
merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental.
Bahasa bersifat dua arah,
bersifat bolak-balik antara penutur dengan pendengar, maka seorang
penutur kemudian bisa menjadi pendengar dan seorang pendengar kemudian bisa
menjadi penutur. Prosesnya secara teoritis berjalan lama dan panjang. Namun,
sebenarnya dapat berlangsung dalam waktu singkat dan cepat. Semua proses ini di
kendalikan oleh otak yang merupakan alat pengatur dan pengendali gerak semua
aktivitas manusia.
Komentar
Posting Komentar